Selasa, 15 Januari 2013

Buda Keliwon Sinta ( PAGERWESI )

Perayaan ke tiga selama Wuku Sinta,setelah Banyu Pinaruh serta Soma Ribek adalah Perayaan Buda Keliwon Sinta di sebut jaga Hari Raya Pagerwesi.

Di dalam Lontar Sunarigama disebutkan bahwa pada hari tersebut Sanghyang Pramesti Guru bersama para dewa lainya beryoga agar tumbuh-tumbuhan serta mahluk hidup lainya berkembang dengan baik.

Dari urain tersebut para Dewa Beryoga untuk kesejateraan kita, lalu kita sebagai mahluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, dapat mencontoh para dewa. Demikian dengan masyarakat Hindu di Bali mewujudkan hal tersebut dengan melakukan yoga semadhi. Pelaksanaan Pegerwesi di tiap daerah di bali tidaklah sama. Yoga semadi dilaksanakan dengan cara yang berbeda. akan tetapi intinya sama yaitu mantap dalam melaksanakan tugas serta kewajiban sebagai umat manusia ciptaan Tuhan.
Mengurai makna kata Pagerwesi berasal dari kata Pager yang artinya Pagar,pageh,kukuh,kokoh. sementara Wesi adalah besi, Jadi Pagerwesi adalah Tekad semangat umat manusia hindu yang kuat kokoh dalam menjalankan ajaran agama kebenaran selalu setia kepada Tuhan Pencipta melaksanakan tugas dan kewajiban seperti yang telah ditetapkan. Pagerwesi ini juga tonggak bahwa kita telah mantap menjalankan kewajiban.

Jika sebagai seorang sulinggih menjadi mantap sebagai sulinggih, jika sebagai prajurit menjadi mantap sebagai prajurit, jika sebagi guru juga mantap menjadi guru, demikian juga sebagai warga masyarakat menjadi mantap dalam tugas dan kewajiban masing masing.Jika sudah mantap menjadi lebih mantap tidak dibingungkan lagi. Pagerwesi ini juga menjadi hari pertama introspeksi diri umat Hindu, setelah sebelumnya telah menerima Ilmu Pengetahwan suci untuk selalu mengamalkan ke jalan jalan dharma.Para Dewa juga Beryoga untuk kita kesejateraan umat manusia. Seperti orang tua yang senantiasa mendoakan putra dan putri mereka.

Sebagai ungkapan syukur tersebut maka umat Hindu melaksanakan beberapa upacara pada Pagerwesi.Seperti di wilayah Buleleng umat Hindu melaksanakan upacara persembahan kepada leluhurnya ( Guru Reka)
.
Untuk menjalankan kewajiban tersebut beberapa upakara yang bisa dipergunakan:
  1. Prayascita, dipergunakan sebagai penyucian terhadap bangunan,perumahan, dan diri sendiri.
  2. Di Merajan Kemulan : peras, daksina, ajuman beserta runtutanya.dan pelinngih yang lain adalah ajuman atau canag genten atau sejenisnya.
Demikian sekilas tentang Hari Raya Pagerwesi..
Bagaimanakah menurut Pendapat anda....silakan postingkan pada komentar..terimakasih

Senin, 14 Januari 2013

FOTO-FOTO di Pura Kawitan Warga Pasek Kayuselem







Padmasana

Meru Tumpang 3 Pelinggih Betara Kawitan

Candi Bentar di Madya Mandala
Candi Bentar Memasuki Kawasasan Pura Kawitan

Sabtu, 12 Januari 2013

BANYU PINARUH-

Hari pertama dalam sistem wuku kalender bali, yang mana dalam satu wuku berlangsung selama tujuh hari demikian seterusnya. Dalam satu putaran dimulai setiap 210 hari terdiri dari 30 wuku.Tiap Wuku dimulai pada hari Minggu ( Redite ).Wuku pertama yaitu Wuku Sinta. Tepat pada Redite Paing Wuku Sinta, Umat Hindu di Bali melaksanakan prosesi upacara yang dinamakan BANYU PINARUH. Banyu Pinaruh sendiri berasal dari kata Banyu yang artinya Air sementara Pinaruh berarti Pengetahwan..Jadi pada hari ini Umat Hindu mandi ilmu pengetahwan. Salah satunya ilmu pengetahwan yang disabdakan atau diwahyukan ( kitab suci) Hyang Widi.

Kita ketahwi bahwa sehari sebelum Banyu Pinaruh ini adalah Hari Raya Saraswati dimana hari Ilmu pengetahwan diturunkan. Bermacan tradisi ataupun cara yang umat Hindu laksanakan menyambut turunnya Ilmu Pengethwan suci itu. Begitu juga Dalam kaitan mandi ilmu pengetahwan pada pagi sebelum matahari terbit melaksanakan mandi air suci (melukat). Mandi air suci dimaksud adalah mandi pada sumber mata air yang bersih belum tercemar. Atau bila tidak memungkinkan karna faktor lingkungan yang jauh dari mata air dapat dengan metirta air kumkuman ( air yang disucikan). Ini bermakna sama yaitu itinya pada pembersihan badaniah dari debu kotoran  bisa mengurangi efeck kontaminasi pengaruh buruk badaniah terhadap atma yang bersemayam di badan setiap mahluk., sehingga atma selalu dekat dengan penciptanya. Dengan mandi ( melukat ) air suci adalah mempersembahkan  tempat yang nyaman suci kepada Hyang Widi yang selalu ada di setiap mahluk, termasuk manusia, khususnya pada diri kita yang menempuh jalan ini. Inilah juga salah satu bakti atau yadnya.

Selesai prosesi melukat laksanakan kewajiban sembahyang sujud kepada Hyang Widi Yang Maha Guru.Puja dan Puji syukur atas anugerah ilmu pengetahwan yang melimpah.Pagi hari berbekal ilmu pengetahwan yang telah kita terima kita telah siap melaksanakan kewajiban kita selanjutnya seperti mencari rejeki sebagai kewajiban dan tanggung jawab terhadap keluarga. Demikianlah ilmu pengetahwan suci (salah satunya Kitab Suci) yang bisa melukat atau membersihkan manusia dari pikiran, perkataan, perbuatan kotor. Air adalah untuk melukat badaniah.

Dalam buku Bhagawad Gita IV.36 mengatakan " Api ced asi papebhyah, sarwabheyah papa krt,tamah, sarwa jnana peavenaiva  vriijinam santarisyasi."  yang berarti," walau engkau paling berdosa di antara yang memiliki dosa, dengan ilmu pengetahuan, lautan dosa akan dapat engkau seberangi".

Beberapa tradisi yang sering dilaksanakan:
  1.  Mempersembahkan sesajen berupa labaan nasi kuning serta loloh di merajan, setelah menghaturkannya, kemudian diakhiri dengan nunas lungsuran.
  2. Upakara, (tetandingan banten), diaturkan 
    • labaan nasi pradnyan, 
    • jamu sad rasa dan air kumkuman. 
    • Setelah diaturkan pasucian / kumkuman labaan dan jamu, 
    • dilanjutkan dengan nunas kumkuman, 
    • muspa, 
    • matirta
    • nunas jamu, dan 
    • labaan Saraswati / nasi pradnyan barulah upacara diakhiri / lebar. 

Rabu, 09 Januari 2013

SHIWARATRI TILEM SASIH KEPITU

Pada Sasih KEPITU ( ke 7 ) saat saat bulan gelap disebut TILEM KEPITU tepatnya panglong ping 14 sasih kepitu disebut sebagai Hari SHIWARATRI dan dimaknai sebagai hari Peleburan Dosa, mohon pengampunan. Shiwaratri diartikan sebagai malamnya SHIWA dimana Hyang Shiwa beryoga. Pada malam ini dikatakan pula adalah malam paling gelap diantara malam.
Salah satu acuan perayaan SHIWARATRI ini adalah kakawin Shiwaratri Kalpa yang ditulis oleh Mpu Tanakung.

Disebutkan seorang pemburu bernama Lubdaka melakukan perburuan ketengah hutan, hingga malam tiba Lubdaka belum mendapatkan hasil perburuanya. Karna malam begitu gelap sebagai manusia lubdaka punya rasa takut.Pulang ke rumah tidak membawa hasil buruan, takut dalam perjalanan pulang diserang binatang buas, takut tersesat. Maka Lubdaka memutuskan untuk naik ke atas pohon. Berada diatas pohon Lubdaka juga takut ketiduran lalu jatuh. Maka Lubdaka untuk bisa tetep sadar, memetik daun daun lalu dijatuhkan satu demi satu hingga matahari terbit.
Karena jagranya Lubdaka tersebut yang berhasil walau tanpa disengaja menjalankanya maka SHIWA menganurahkan Lubdaka Surga,atau peleburan atas dosa-dosa membunuh binatang  tidak berdosa.

Nah dari sumber itulah maka umat Hindu di Bali memperingati malam Tilem sasih Kepitu sebagai Malam Shiwaratri. Untuk memperingatinya dilaksanakan tidak tidur selama 36 jam, puasa selama 24 jam dan dalam semadhi selama 12 jam. Mengacu pada kakawin Shiwaratri itu,Lubdaka sebagai pemburu mulai melakukan perjalanan  kehutan pada pagi hari, hingga sore lalu bermalam di hutan tanpa hasil buruan hingga kesokanharinya matahari terbit beranjak pulang kerumah sore hari. Selama proses 36 jam dalam masa perburuan tersebut tentu Lubdaka hanya makan alakadarnya, bisa hanya sebiji buah atau sehelai daun di hutan atau bahkan bila sangat berambisi mendapat buruan tidak makan sama sekali.

Di malam hari sebagai seorang manusia yang punya rasa takut, perasaan was was, maka Lubdaka yang paling diingat pasti Hyang Pencipta, dapat dipastikan Lubdaka selalu ingat dan terus berdoa sepanjang malam sembari melemparkan daun daun.

Pada sumber yang ada kakawin Shiwaratri Kalpa menyatakan keutamaan Brata Shivaratri seperti diwedarkan oleh Sang Hyang Siva sebagai berikut:

”Setelah seseorang mampu melaksanakan Brata sebagai yang telah Aku ajarkan, kalahlah pahala dari semua upacara Yajña, melakukan tapa dan dana punya demikian pula menyucikan diri ke tempat-tempat suci, pada awal penjelmaan, walaupun seribu bahkan sejuta kali menikmati Pataka (pahala dosa dan papa), tetapi dengan pahala Brata Sivaratri ini, semua Pataka itu lenyap”.

”Walaupun benar-benar sangat jahat, melakukan perbuatan kotor, menyakiti kebaikan hati orang lain, membunuh pandita (orang suci) juga membunuh orang yang tidak bersalah, congkak dan tidak hormat kepada guru, membunuh bayi dalam kandungan, seluruh kepapaan itu akan lenyap dengan melakukan Brata Sivaratri yang utama, demikianlah keutamaan dan ketinggian Brata (Sivaratri) yang Aku sabdakan ini” (Sivaratri kalpa, 37, 7-8)*

Di jaman sekarang ini yang di kenal sebagai jaman  Kaliyuga, dari kakawin tersebut dapat di petik beragam makna:
  1. Kehidupan umat manusia tidak terlepas dari kegiatan berburu, banyak perburuan yang dimaksud seperti berburu Jabatan, Berburu Wanita atau Pria Idaman, berburu kekayaan,Ketenaran, ilmu pengetahwan dan masih bayak lagi yang lain. Pada proses berburu pasti ada banyak halangan,rintangan,tangtangan, yang harus diselesaikan dan tidak selalu perburuan membawa hasil yang seperti diharapkan.
  2. Secara tersirat kekawin Shiwaratri menggambarkan bahwa kita sebagai umat manusia demikianlah adanya seperti seorang pemburu.Berburu untuk memenuhi kebutuhan hidup, ada pula yang berburu untuk memenuhi keinginana indrianya. Dalam upaya itu manusia pasti pernah gagal, lupa akan kebenaran, Tidak ada manusia selalu berhasil.Saat gagal manusia adalah yang paling gelap.bisa gelap mata,gelap hati juga gelap pikiran.Tetapi dari proses kegagalan itu bila kita selalu ingat,eling, sadar dan bedoa akhinya berkah dan kebahagiaan kita terima.
  3. Berbagai cara Tuhan memberi berkah kepada ciptaanya bagi mereka yang selalu sujud bakti. Bertepatan dengan gelapnya bumi maka kita sebagai manusia yang gelap, Shiwa pemberi berkah beryoga , kita wajib menjalankanya.Ada empat jalan yoga yang diajarkan Hindu, Karma Yoga, Bhakti Yoga, Jnana Yoga dan Raja Yoga.
 Tatacara pelaksanaan Malam SHIWARATRI :
Di dalam pelaksanaan Shiwaratri ini hendaknya langkah awal kita sadar, bahwa kita tidak lepas dari perbuatan dosa besar atau kecil. Dengan kesadaran itu  akan memupuk tindakan tindakan upaya perbaikan. Tercetus suatu pengakuan dosa yang telah kita perbuat. Bila telah ada setitik saja ada kesadaran,